Dalam artikel kali ini, kami akan menayangkan sebuah video tentang "Aplikasi Bimbingan Konseling Dengan Cara Home Visit-1"
Berikut videonya
Aplikasi Bimbingan Konseling Dengan Cara Home Visit-1
Fungsi dan Peranan Teknologi Informasi dalam Bimbingan Konseling
1.
Fungsi Teknologi Informasi dalam Bimbingan Konseling
Teknologi informasi dalam bimbingan konseling memiliki
beberapa fungsi, terutama komputer dan internet. Diantaranya:
1) Mempermudah konselor dalam
menyusun, mencari dan juga mengolah data.
2) Menjaga kerahasiaan suatu
data, karena dengan teknologi memungkinkan untuk menguncinya dan tidak
sembarang orang dapat mengaksesnya.
3) Membantu individu maupun
kelompok untuk dapat berkomunikasi dengan lebih mudah dan relatif murah dalam
pelaksanaan konseling.
4) Memberikan kesempatan
kepada individu untuk berkomunikasi lebih baik dengan menggunakan informasi
yang mereka terima tanpa perlu bertemu secara fisik.
5) Menjadikan teknologi
informasi sebagai alat dalam suatu program kegiatan, sehingga kegiatan tersebut
lebih teratur dan terstruktur.
2.
Peranan Teknologi Informasi dalam Bimbingan Konseling
Seperti kita ketahui bahwa saat ini bimbingan konseling
belum dikatakan materi, sehingga tidak semua sekolah di Indonesia memberikan
jam yang cukup untuk materi bimbingan konseing ini, karena berbagai alasan.
Dengan demikian apakah dengan tidak tersedianya waktu yang cukup peran guru
bimbingan konseling akan berhasil? Siapapun pasti akan menjawab tidak. Dengan
argumen apapun jika waktu yang tersedia tidak cukup atau tidak sesuai seperti
yang diharapkan, maka jangan harap apa yang disampaikan bisa mengenai
sasarannya. Oleh karena itu peranan teknologi informasi bisa menjawab
kekurangan waktu tersebut. Aplikasi teknologi informasi dalam bimbingan
konseling adalah memberikan informasi kepada klien tentang apa yang
dibutuhkannya. Selain itu, sarana yang diberikan oleh teknologi informasi itu
sendiri, memungkinkan antar pribadi atau kelompok yang satu dengan
pribadi atau kelompok lainnya dapat bertukar pikiran. Teknologi informasi pun
dapat meningkatkan kinerja dan memungnkinkan berbagai kegiatan untuk
dilaksanakan dengan cepat, tepat dan akurat, sehingga pada akhirnya akan meningkatkan
produktivitas kerja konselor itu sendiri.
Penggunaan Teknologi Informasi dalam Bimbingan Konseling (BK)
Penggunaan teknologi informasi khususnya komputer
kini sudah menjadi mata pelajaran wajib di sekolah-sekolah, mulai sekolah dasar
hingga ke sekolah lanjutan atas dan sekolah kejuruan. Namun demikian yang
paling besar pengaruhnya adalah di Perguruan Tinggi, di mana hampir semua
perguruan tinggi di Indonesia sudah memanfaatkan teknologi ini dalam
perkuliahannya, baik melalui tatap muka maupun secara pnline. Sebagai contoh
seorang dosen dalam menyampaikan materinya tidak hanya mengandalkan media
konvensional saja, melainkan sudah menggunakan unsur teknologi di dalamnya.
Biasanya seorang dosen atau guru di PT tertentu dalam menyampaikan materi
kuliah ditampilkan dalam bentuk slide presentasi dengan bantuan komputer.
Dengan teknologi ini mahasiswa atau siswa bisa mengikuti matakuliah dengan
baik, karena materi yang disampaikan selain mengandung materi yang berbobot
juga mengandung unsur multimedia yang bisa menghibur. Di mana dengan
bantuan komputer yang dihubungkan dengan multimedia projector seorang dosen
tidak perlu menekan tombol keyboard atau papan ketik melainkan cukup menekan
remote control yang dipegangnya
Penggunaan Teknologi dalam Bimbingan Konseling
Pada penerapan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Guru Bimbingan
Konseling / Konselor di sekolah memberikan pelayanan berkaitan Pengembangan
Diri, sesuai minat dan bakat serta mempertimbangkan tahapan tugas perkembangan
peserta didik dalam lingkup usia Sekolah Menengah Atas (SMA), mengingat adanya
keberagaman individu (individual deferencies).[1]
Guru Bimbingan Konseling / Konselor bersama Wali Kelas dan Guru Mata
Pelajaran menjadi pendamping dalam setiap proses pembelajaran. Hal itu
dimaksudkan untuk membantu peserta didik agar mampu menuntaskan seluruh mata
pelajaran seoptimal mungkin sesuai dengan potensi kemampuan akademik, bakat dan
minatnya, sehingga hambatan dan kemungkinan kegagalan sudah dapat diprediksi,
diketahui dan dibimbing sejak dini. Selain itu, untuk membimbing peserta didik
dalam menentukan pilihannya secara mandiri dan mampu mengambil keputusan.
Melihat kebutuhan diatas maka Bimbingan dan Konseling dalam melakukan
proses pelayanannya menggunakan berbagai pelayanan dengan berbagai pertimbangan
melihat dari sudut kebutuhan konseli. Mengikuti perkembangan zaman maka dalam
melakukan pelayanan atau proses konseling Bimbingan dan Konseling pun
menggunakan sistem teknologi informasi dalam melakukan proses konseling, agar
mempermudah komunikasi. Tujuan Bimbingan dan Konseling menggunakan Teknologi
Informasi kedalam melakukan pelayanannya, yaitu: Easy to use ( mudah digunakan )
a.
Easy to manage ( mudah di atur )
b.
Simple ( tidak rumit )
c.
Dynamic ( Dinamis )
2. Macam – macam sarana konseling yang sudah menggunakan Teknologi Informasi
sebagai media layanan
Perkembangan teknologi informasi pada era globalisasi saat ini sangatlah
pesat. Penggunaan teknologi yang mampu membantu serta mempermudah segala
pekerjaan manusia sudah dipergunakan di berbagai bidang. Begitupun Profesi
Bimbingan dan Konseling yang melakukan inovasi-inovasi terhadap pelayanannya
agar mempermudah akses para konseli yang membutuhkan bantuan dimanapun dan
kapanpun. Melihat kebutuhan akan teknologi dalam proses konseling maka profesi
ini membuat suatu rancangan terbaru untuk mengembangkan pelayanan yang
mengikuti perkembangan zaman. Perubahan terhadap pelayanan tersebut berupa
beberapa media konseling, contohnya :
1. Surat Magnetik (disket ke disket)
Meskipun pelayanan konseling dengan menggunakan fasilitas ini sudah
dianggap sebagai fasilitas komunikasi “ tradisional”, tetapi fasilitas ini
adalah awal mula terciptanya gagasan penggunaan teknologi informasi dalam
Bimbingan dan Konseling.
Dalam penggunaan fasilitas ini, konseli dan konselor saling berkomunikasi
dengan berkirim surat atau berkomunikasi melalui buku catatan yang bertujuan
untuk membantu anak agar lebih dapat mengekspresikan diri melalui tulisan
(bagian dari konseling biblio), meskipun fasilitas ini pada zamannya tidak
begitu populer, namun sering dilakukan oleh beberapa guru pembimbing atau
konselor.
Dalam era penggunaan komputer, surat atau biblio dalam bentuk kertas
dapat diganti dengan disket. Keuntungan dari fasilitas ini antara lain
mempermudah evaluasi terhadap kemajuan dan proses konseling, kemudahan dalam
penyisipan materi atau informasi yang dibutuhkan, isi disket tidak dapat dibuka
oleh sembarang orang, dan konselor dapat langsung menanggapi kalimat per
kalimat yang ditulis oleh konseli. Selain dapat membantu kegiatan konseling,
fasilitas ini juga memiliki kelemahan, yaitu adanya kemungkinan ketidak
lancaran pengiriman surat, sistem kontrak antara konseli dengan konselor,
jaminan kerahasiaan konseli, keterjaminan surat-surat atau disket yang diterima
konselor, banyaknya sesi yang harus dilakukan, dan sebagainya. Jenis ini
akan lebih efisien penggunaannya oleh konseli dan konselor yang
bertempat tinggal di area atau wilayah yang sama dan sering bertemu, misalnya
guru BK dan siswanya di Sekolah.
2. Konseling menggunakan bantuan Komputer
Proses Konseling menggunakan bantuan komputer atau Computer Assisted
Counseling (CAC) merupakan konseling mandiri, juga disebut konseling komputer
pasif atau biasa juga disebut dengan standalone. Konseli mencari
pemecahan masalah atau kebutuhannya melalui program interaktif konseling
(Software) dalam bentuk CD yang dirancang khusus agar konseli tersebut dapat
mengeksplorasi permasalahannya, mencari informasi yang dibutuhkan dari sejumlah
informasi yang disediakan, dan menentukan alternatif pemecahan masalah yang
ditawarkan.
Dalam penggunaan fasilitas ini
(CAC), konseli dimungkinkan untuk tidak perlu bertemu dengan konselor.
CAC ini juga dapat dilakukan secara blended, memperdalam materi-materi yang
terdapat dalam program konseling, dan memilih tindakan selanjutnya.
3. Telepon
Kemudahan pengaksesan dalam pemberian layanan Bimbingan dan Konseling
mengikuti tatanan kehidupan masyarakat global diharapkan mampu untuk memenuhi
kebutuhan para konseli yang menuntut pemberian layanan bimbingan dan konseling
yang cepat, luas, dan mudah diakses oleh konseli. Konseling melalui
telepon biasanya disebut konseling telepon. Di bawah ini akan dikemukakan
etika dalam penggunaan teknologi telepon dalam layanan konseling.
Etika pelayanan
konseling menggunakan telepon:
1.Gunakan
bahasa yang sopan sesuai dengan kondisi klien
2.Gunakan
suara yang lembut, volume yang rendah dan intonasi yang bersahabat
3.Dengarkan
pembicaraan sampai selesai, jangan menyela kata-kata klien apalagi pada tahap
awal pembicaraan.
4.Mengembangkan
perasaan senang dan berfikir positif tentang siapapun yang menelepon
5.Catat
hal-hal yang perlu memperoleh perhatian
6.Memfokuskan
pembicaraan guna menefektifkan penggunaan media komunikasi
7.Selalu
mengakhiri pembicaraan dengan kesiapan untuk melakukan hubungan komunikasi
selanjutnya
8.Video-phone
; Lebih dikenal dengan sebutan Video-phone counseling (VPC) merupakan bentuk
lain dari konseling telepon. Namun dalam penggunaan perangkat teknologi
komunikasi tambahan yang memungkinkan konseli dan konselor saling mengenal dan
“bertatap muka” melalui layar monitor (display). Konseling melalui video-phone
lebih memungkinkan terjalinnya interaksi yang lebih baik antara konselor dan
klien, dan dapat lebih mendekati karakteristik konseling tatap muka.
4. Radio dan Televisi
Konseling melalui radio atau televisi, masih merupakan bentuk lain
dari konseling telepon. Pada konseling radio, percakapan antara konselor dan
konseli dipancarkan. Pelayanan ini umumnya bersifat informatif atau
advis, jarang hubungan klien dan konselor mencapai taraf yang mendalam dan intensif.
Konseling melalui radio dan televisi memungkinkan permasalahan konseli
diketahui oleh umum, oleh karena itu kerahasiaan identitas konseli harus
benar-benar menjadi perhatian.
5. Internet
Pelayanan konseling melalui fasilitas internet sudah dikenal dengan nama
e-counseling ( email counseling ). Berikut ini adalah contoh proses konseling
via internet :
1. email
therapy
2. online
therapy
3. cyber
counseling dan
4. e-counseling.
Email counseling merupakan proses terapeutik yang didalamnya terdapat
kegiatan menulis selain ada kegiatan pertemuan secara langsung dengan
konselor. Karena, esensi e-counseling terletak pada menulis. Respon atau
bantuan yang diberikan konselor bergantung pada informasi yang diberikan.
Konseli pun tidak perlu mengirimkan seluruh cerita mengenai masalah yang
dihadapi, cukup dengan memilih informasi yang dirasakan pada satu situasi yang
merupakan masalah.
E-mail merupakan cara paling baru dibandingkan dengan cara-cara yang lain
untuk berkomunikasi secara cepat dan efektif melalui internet. Hal ini
tidak bermaksud untuk menggantikan konseling tatap muka (face to face), tetapi
dapat menjadi salah satu cara dalam membantu konseli untuk memecahkan masalahnya
meskipun dalam keadaan jauh dalam hal tanpa bertemu langsung dengan konselor.
Email counseling merupakan satu cara untuk berkomunikasi antara konseli
dengan konselor yang didalamnya dibahas mengenai masalah-masalah yang dihadapi
koseli, misalnya masalah-masalah yang berkaitan dengan perkembangan kepribadian
dan kehidupan konseli melalui surat atau tulisan pada internet. Selain
e-mail juga bisa dalam bentuk chatting dimana konselor secara langsung
berkomunikasi dengan klien pada waktu yang sama melalui internet.
3. Kelebihan Bimbingan Konseling Melalaui Teknologi Informasi
Kelebihan atau keuntungan pelayanan bimbingan konseling melalui teknologi
informasi, diantaranya :
1.
Pelayanan melalui teknologi informasi mudah di akses.
2.
Tidak membutuhkan biaya transportasi
3.
Mengurangi kesulitan jadwal yang berkaitan dengan program kelompok
4.
Pelayanan melalui teknologi informasi bersifat semi anonim
5.
Klien lebih mau terbuka berbicara tentang masalahnya karena ia tidak
berkomunikasi secara face to face, sehingga ia dapat lebih siap dan
terbuka
6.
Pelayanan melalui teknologi informasi dan komunikasi berbasis individu
7.
Konselor dapat menyesuaikan kesiapan klien dalam mengambil tindakan yang
diperlukan, memotivasi diri, dan meningkatkan keterampilan kliennya
8.
Pelayanan melalui teknologi informasi dan komunikasi formatnya harus
memfasilitasi konseling yang proaktif
9.
Setelah klien membuka komunikasi via teknologi informasi awal, maka
konselor berinisiatif untuk memulai suatu kontak berikutnya sehingga ia dapat
menciptakan suatu taraf terapis berupa dukungan sosial dan klien bertanggung
jawab selama proses penyembuhannya
10. Pelayanan melalui teknologi informasi formatnya menggunakan
ijin protokol yang terstruktur. Hal ini memberikan konselor suatu
kerangka kerja tertulis yang dapat memastikan pemenuhan topik penting ketika
bekerja khusus kepada masing-masing individu pada setiap sesi, sehingga
menghasilkan suatu intervesi yang ringkas, terpusat, dan sesuai dengan pribadi
klien.
4. Kelemahan Bimbingan Konseling Melalaui Teknologi Informasi
Selain kelebihan
adapula kelemahan dalam pelayanan bimbingan konseling melalui teknologi
informasi, diantaranya:
1.
Konselor tidak dapat memastikan bahwa kliennya benar-benar seruis atau
tidak
2.
Diperlukan perangkat khusus agar pelayanan bimbingan konseling melalui
teknologi informasi dapat terlaksana dan perangkat tersebut tidak murah,
sehingga tidak samua orang dapat memanfaatkannya
3.
Informasi yang diterima dan diberitakan sangat terbatas, komunikasi satu
arah, klasifikasi dan eksplorasi tidak biasa segera dilakukan, sehingga ada
kemungkinan terjadi kesalahpahaman
4.
Kegiatan konseling melalui teknologi informasi dapat menimbulkan jarak
baik secara fisik maupun psikis diantara konselor dan klien.
5.
Belum terdapat data-data, fakta atau informasi yang objektif dari klien,
sehingga pemecahan masalah dengan teknik pendekatan ini pada akhirnya akan
kabur.
6.
Permasalahan yang dihadapi oleh klien beraneka ragam dalam emosi
sehingga kadang-kadang konselor mengabaikan segi-segi yang penting dalam proses
konseling.
7.
Dianggap oleh klien sebagai perampasan tanggung jawab, maka teknik
pendekatan ini kurang baik untuk di pergunakan.
MEDIA (TEKNOLOGI INFORMASI KOMUNIKASI)
A. Pengertian Media
Istilah media
berasal dari bahasa latin, yaitu medium yang memiliki arti perantara. Dalam
Dictionary of Education, disebutkan bahwa media adalah bentuk perantara dalam berbagai
jenis kegiatan berkomunikasi. Sebagai perantara, maka media ini dapat berupa
koran, radio, televisi bahkan komputer. Gagne (dalam Sadiman, dkk, 2002)
menyatakan bahwa media adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa
yang dapat merangsangnya untuk belajar. Lebih lanjut, Briggs (dalam Sadiman,
dkk, 2002) menyatakan bahwa media adalah segala alat fisik yang dapat
menyajikan pesan serta merangsang siswa untuk belajar.
Definisi tersebut mengarahkan kita untuk menarik suatu simpulan bahwa media adalah segala jenis (benda) perantara yang dapat menyalurkan informasi dari sumber informasi kepada orang yang membutuhkan informasi.
Definisi tersebut mengarahkan kita untuk menarik suatu simpulan bahwa media adalah segala jenis (benda) perantara yang dapat menyalurkan informasi dari sumber informasi kepada orang yang membutuhkan informasi.
Lebih lanjut,
dalam proses pembelajaran dikenal pula istilah media pembelajaran. Suyitno
(1997) menyatakan bahwa media pembelajaran adalah suatu peralatan baik berupa
perangkat lunak maupun perangkat keras yang berfungsi sebagai belajar dan alat
bantu mengajar. Sebagai alat bantu dalam proses pembelajaran, maka media
belajar ini akan disesuaikan dengan karakteristik masing-masing bahan ajar yang
akan disajikan juga memperhatikan karakteristik siswa.
B. Jenis-Jenis Media
Saat ini,
dengan cepatnya teknologi komunikasi maka semakin banyak pula media komunikasi
yang muncul. Pada pembahasan ini, media komunikasi yang dimaksud adalah media
untuk membantu pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di sekolah. Beberapa media
yang dimaksud adalah komputer (internet), peralatan audio seperti tape recorder
dan peralatan visual seperti VCD/DVD.
1. Komputer
Perkembangan
perangkat komputer saat ini mengalami kemajuan yang sangat pesat. Hampir setiap
bulan muncul genre-genre baru dalam dunia komputer. Sebagai contoh adalah
perkembangan prosessor sebagai otak dalam sebuah komputer mulai dari Intel
Pentium 1 sampai dengan Pentium 4. Sebagian orang belum bisa menikmati
kecanggihan Prosesor Pentium 4, saat ini sudah muncul Centrino bahkan Centrino
Duo Core. Belum lagi sebagian orang berpikir kehebatan Centrino Duo Core, telah
muncul pula AMD 690.
Pesatnya
perkembangan teknologi komputer ini memang sebagai jawaban untuk akses data
atau informasi. Perubahan di masyarakat yang semakin cepat pada akhirnya
menuntut perkembangan teknologi komputer yang semakin canggih. Saat ini
dibutuhkan akses data yang cepat, sehingga pada akhirnya prosesor yang ada juga
semakin cepat
2. Peralatan Audio
Perkembangan
peralatan audio saat ini juga mengalami perkembangan yang pesat. Peralatan
audio yang di pergunakan dalam proses bimbingan dan konseling seperti tape
recorder. Penggunaan tape recorder ini antara lain adalah untuk merekam sesi
konseling dan memutar kembali hasil-hasil yang diperoleh selama sesi konseling.
Tape recorder membutuhkan kaset untuk bisa melakukan tindakan perekaman. Kaset memiliki pita magnetik yang berfungsi untuk menyimpan data atau informasi percakapan.
Tape recorder membutuhkan kaset untuk bisa melakukan tindakan perekaman. Kaset memiliki pita magnetik yang berfungsi untuk menyimpan data atau informasi percakapan.
Saat ini telah
berkembang alat perekam yang tidak membutuhkan pita perekam. Alat ini disebut
MP3 dan MP4. Pada dasarnya alat ini berfungsi sebagai player, dimana di dalam
alat ini terdapat sebuah mini harddisk yang memiliki kapasitas sampai dengan 4
Gb. Sebagai sebuah player, maka alat ini dapat memainkan musik dan dapat
dipergunakan untuk merekam suara.
Ukuran MP3 dan
MP4 saat ini amat kecil jika dibandingkan dengan sebuah mini tape recorder
biasa. Seringkali kita jumpai, alat MP3 atau MP4 seukuran sebuah spidol atau
ballpoint
3. Peralatan Visual
Alat visual
dapat bermacam-macam ragamnya seperti video player dan VCD/DVD player. Pada
awalnya, penggunaan peralatan visual adalah dengan mempergunakan projector.
Penggunaan proyektor ini dipandang tidak efisien, karena dalam proses
produksinya membutuhkan tahapan-tahapan yang panjang. Mulai dari merekam gambar
sampai dengan menampilkan gambar. Bahkan seringkali dijumpai mutu gambar yang
tidak bagus dan bahkan mudah rusak. Sehingga lambat laun peralatan ini mulai
ditinggalkan.
Video player
dulu merupakan peralatan yang lumayan banyak dipergunakan orang. Hanya saja,
saat ini sudah banyak ditinggalkan karena proses produksinya tertalu berbelit.
Untuk menghasilkan sebuah hasil rekaman yang baik, dibutuhkan kamera perekam
yang lumayan besar dan berat, selain itu kaset yang dipergunakan juga relatif
besar, sehingga dipandang tidak praktis. Terlebih, hasil rekaman seringkali
tidak begitu jernih.
Peralatan
visual yang sering kita jumpai antara lain adalah video player atau CD player.
Peralatan ini banyak dijumpai karena memiliki tingkat pengoperasian yang mudah
dan memiliki harga yang relatif murah. Penggunaan video player ini tidak akan
bisa lepas dari keberadaan sebuah disc atau keping VCD/DVD. Dengan kecanggihan
teknologi yang ada saat ini, proses perekaman gambar tidak perlu mempergunakan
perangkat yang bermacam-macam. Saat ini telah berkembang alat perekam
(handycam) yang secara langsung dapat merekam gambar langsung ke dalam keping
VCD/DVD. Dengan kata lain, pengoperasian VCD/DVD ke player akan semakin mudah.
Perkembangan
teknologi informasi saat ini, pada akhirnya bertujuan untuk memudahkan konsumen
menikmati hiburan antau informasi dengan efisien. Hal ini pada akhirnya
memunculkan perangkat-perangkat multi media. Teknologi multi media yang
berkembang saat ini sudah demikian canggihnya, sehingga sehingga seringkali
konsumen bingun untuk memilih teknologi apa yang akan dibeli.
Saat ini peralatan komputer yang dijumpai di pasaran pun sudah mempergunakan teknologi multi media. Dulu, komputer hanya dipergunakan sebagai alat pengolah data saja. Tetapi selanjutnya berkembang juga sebagai alat entertainment. Komputer saat ini hampir bisa dipergunakan untuk membantu segala macam permasalahan manusia, mulai dari mengolah data sampai dengan memproduksi sebuah tayangan video yang baik.
Saat ini peralatan komputer yang dijumpai di pasaran pun sudah mempergunakan teknologi multi media. Dulu, komputer hanya dipergunakan sebagai alat pengolah data saja. Tetapi selanjutnya berkembang juga sebagai alat entertainment. Komputer saat ini hampir bisa dipergunakan untuk membantu segala macam permasalahan manusia, mulai dari mengolah data sampai dengan memproduksi sebuah tayangan video yang baik.
C. MANFAAT PENGGUNAAN MEDIA DALAM
KONSELING
Tidak dapat
disangkal bahwa saat ini kita hidup dalam dunia teknologi. Hampir seluruh sisi
kehidupan kita bergantung pada kecanggihan teknologi, terutama teknologi
komunikasi. Bahkan, menurut Pelling (2002) ketergantungan kepada teknologi ini
tidak saja di kantor, tetapi sampai di rumah-rumah.
Konseling sebagai usaha bantuan kepada siswa, saat ini telah mengalami perubahan-perubahan yang sangat cepat. Perubahan ini dapat ditemukan pada bagaimana teori-teori konseling muncul sesuai dengan kebutuhan masyarakat atau bagaimana media teknologi bersinggungan dengan konseling. Media dalam konseling antara lain adalah komputer dan perangkat audio visual.
Konseling sebagai usaha bantuan kepada siswa, saat ini telah mengalami perubahan-perubahan yang sangat cepat. Perubahan ini dapat ditemukan pada bagaimana teori-teori konseling muncul sesuai dengan kebutuhan masyarakat atau bagaimana media teknologi bersinggungan dengan konseling. Media dalam konseling antara lain adalah komputer dan perangkat audio visual.
Komputer
merupakan salah satu media yang dapat dipergunakan oleh konselor dalam proses
konseling. Pelling (2002) menyatakan bahwa penggunaan komputer (internet) dapat
dipergunakan untuk membantu siswa dalam proses pilihan karir sampai pada tahap
pengambilan keputusan pilihan karir. Hal ini sangat memungkinkan, karena dengan
membuka internet, maka siswa akan dapat melihat banyak informasi atau data yang
dibutuhkan untuk menentukan pilihan studi lanjut atau pilihan karirnya.
Data-data yang
didapat melalui internet, dapat dianggap sebagai data yang dapat
dipertanggungjawabkan dan masuk akal (Pearson, dalam Pelling 2002; Hohenshill,
2000). Data atau informasi yang didapat melalui internet adalah data-data yang
sudah memiliki tingkat validitas tinggi. Hal ini sangat beralasan, karena data
yang ada di internet dapat dibaca oleh semua orang di muka bumi. Sehingga kecil
kemungkinan jika data yang dimasukkan berupa data-data sampah.
Sebagai contoh, saat ini dapat kita lihat di internet tentang profil sebuah perguruan tinggi. Bahkan, informasi yang didapat tidak sebatas pada perguruan tinggi saja, tetapi bisa sampai masing-masing program studi dan bahkan sampai pada kurikulum yang dipergunakan oleh masing-masing program studi. Data-data yang didapat oleh siswa pada akhirnya menjadi suatu dasar pilihan yang dapat dipertanggungjawabkan. Tentu saja, pendampingan konselor sekolah dalam hal ini sangat diperlukan.
Sampsons (2000) mengungkapkan bahwa fasilitas di internet dapat dapat dipergunakan untuk melakukan testing bagi siswa. Tentu saja hal ini harus didasari pada kebutuhan siswa. Penggunaan komputer di kelas sebagai media bimbingan dan konseling akan memiliki beberapa keuntungan seperti yang dinyatakan oleh Baggerly sebagai berikut:
Sebagai contoh, saat ini dapat kita lihat di internet tentang profil sebuah perguruan tinggi. Bahkan, informasi yang didapat tidak sebatas pada perguruan tinggi saja, tetapi bisa sampai masing-masing program studi dan bahkan sampai pada kurikulum yang dipergunakan oleh masing-masing program studi. Data-data yang didapat oleh siswa pada akhirnya menjadi suatu dasar pilihan yang dapat dipertanggungjawabkan. Tentu saja, pendampingan konselor sekolah dalam hal ini sangat diperlukan.
Sampsons (2000) mengungkapkan bahwa fasilitas di internet dapat dapat dipergunakan untuk melakukan testing bagi siswa. Tentu saja hal ini harus didasari pada kebutuhan siswa. Penggunaan komputer di kelas sebagai media bimbingan dan konseling akan memiliki beberapa keuntungan seperti yang dinyatakan oleh Baggerly sebagai berikut:
- Akan meningkatkan kreativitas, meningkatkan keingintahuan dan memberikan variasi pengajaran, sehingga kelas akan menjadi lebih menarik;
- Akan meningkatkan kunjungan ke web site, terutama yang berhubungan dengan kebutuhan siswa;
- Konselor akan memiliki pandangan yang baik dan bijaksana terhadap materi yang diberikan;
- Akan memunculkan respon yang positif terhadap penggunaan email;
- Tidak akan memunculkan kebosanan;
- Dapat ditemukan silabus, kurikulum dan lain sebagainya melalui website; dan
- Terdapat pengaturan yang baik
Selain penggunaan internet seperti yang telah diuraikan di
atas, dapat dipergunakan pula software seperti microsoft power point. Software
ini dapat membantu konselor dalam menyambaikan bahan bimbingan secara lebih
interaktif. Konselor dituntut untuk dapat menyajikan bahan layanan dengan
mempergunakan imajinasinya agar bahan layanannya tidak membosankan.
Program software power point memberikan kesempatan bagi
konselor untuk memberikan sentuhan-sentuhan seni dalam bahan layanan informasi.
Melalui program ini, yang ditayangkan tidak saja berupa tulisan-tulisan yang
mungkin sangat membosankan, tetapi dapat juga ditampilkan gambar-gambar dan
suara-suara yang menarik yang tersedia dalam program power point. Melalui
fasilitas ini, konselor dapat pula memasukkan gambar-gambar di luar fasilitas power
point, sehingga sasaran yang akan dicapai menjadi lebih optimal.
Gambar-gambar yang disajikan melalui program power point
tidak statis seperti yang terdapat pada Over Head Projector (OHP). Konselor
dapat memasukkan gambar-gambar yang bergerak, bahkan konselor bisa melakukan
insert gambar-gambar yang ada di sebuah film.
Media lain yang dapat dipergunakan dalam proses bimbingan
dan konseling di kelas antara lain adalah VCD/DVD player. Peralatan ini
seringkali dipergunakan oleh konselor untuk menunjukkan perilaku-perilaku
tertentu. Perilaku-perilaku yang tampak pada tayangan tersebut dipergunakan
oleh konselor untuk merubah perilaku klien yang tidak diinginkan (Alssid &
Hitchinson, 1977; Ivey, 1971, dalam Baggerly 2002). Dalam proses pendidikan
konselor pun, penggunaan video modeling ini juga dipergunakan untuk
meningkatkan keterampilan dan prinsip konseling yang akan dikembangkan bagi
calon konselor (Koch & Dollarhide, 2000, dalam Baggerly, 2002).
Sebelum VCD/DVD player ini ditayangkan, seorang konselor sebaiknya
memberikan arahan terlebih dahulu kepada siswa tentang alasan ditayangkannya
sebuah film. Hal ini sangat penting, sebab dengan memiliki gambaran dan tujuan
film tersebut ditayangkan, maka siswa akan memiliki kerangka berpikir yang
sama. Setelah film selesai ditayangkan, maka konselor meminta siswa untuk
memberikan tanggapan terhadap apa yang telah mereka lihat. Tanggapan-tanggapan
ini pada akhirnya akan mempengaruhi bagaimana klien berpikir dan bersikap, yang
kemudian diharapkan akan dapat merubah perilaku klien atau siswa.
D. Kerugian Penggunaan Media dalam Konseling
Pelling (2002) menyatakan bahwa, walaupun saat ini
masyarakat sangat tergantung pada teknologi, tetapi di lain pihak, masih banyak
diantara kita yang mengalami ketakutan untuk mempergunakan teknologi.
Tidak dapat dipungkiri bahwa sebagian besar masyarakat kita
masih percaya bahwa pernyataan-pernyataan yang diberikan oleh orang tua atau
orang yang dituakan masih dianggap lebih baik. Hal ini tidak lepas dari budaya
paternalistik yang melingkupi masyarakat kita.
Sebaik apapun teknologi yang berkembang, tetapi jika pola
pikir masyarakat masih terkungkung dengan nilai-nilai yang diyakini benar, maka
data atau informasi yang didapat seakan-akan menjadi tidak berguna. Sebagai
contoh, seorang siswa akan memilih jurusan di perguruan tinggi. Mungkin mereka
akan mencari informasi sebanyak mungkin, dan konselor akan memfasilitasi
keinginan mereka. Tetapi, pada saat mereka dihadapkan untuk menentukan dan
memilih jurusan yang akan diambil, maka tidak jarang dari mereka akan berkata,
“Saya senang dengan jurusan A, tetapi nanti tergantung pada orang tua saya”.
Contoh lain, saat ini perkembangan teknologi sudah
berkembang dengan demikian pesat. Tiap manusia dapat berkomunikasi tanpa
dibatasi rentang ruang dan waktu. Tetapi dalam budaya tertentu, alat komunikasi
ini bisa menjadi “tidak bermanfaat”. Restu orang tua merupakan hal yang
dianggap sakral oleh sebagian budaya tertentu, bahkan meminta restu ini akan
lebih afdol jika dilakukan dengan melakukan sungkem. Untuk menunjukkan perilaku
ini, maka seringkali mereka melupakan kecanggihan piranti komunikasi yang sudah
canggih, walau jarak yang ditempuh untuk mendatangi orang tua relatif jauh.
Hal lain yang
terkait dengan penggunaan media dalam bimbingan dan konseling adalah sasaran
pengguna seringkali disamakan. Walaupun ragam media sudah bermacam-macam,
tetapi media ini seringkali masih belum bisa menyentuh sisi afektif seseorang.
Dalam bimbingan dan konseling dikenal istilah empati. Penggunaan media,
seringkali pula akan “menghilangkan” empati konselor, jika konselor
mempergunakan media sebagai alat bantu utama.
Klien datang ke
ruang konseling tidak selalu membutuhkan informasi dari internet atau komputer,
bahkan ada kemungkinan klien atau siswa datang ke ruang konseling juga tidak
membutuhkan bantuan dari konselor secara langsung melalui proses konseling.
Tetapi adakalanya, siswa atau klien datang ke ruang konseling hanya ingin
mendapatkan senyuman dari konselor atau penerimaan tanpa syarat dari konselor.
Sebagai benda
mati, peralatan teknologi yang ada saat ini hanya bisa bermanfaat jika
dimanfaatkan oleh mereka yang memahami penggunaan masing-masing alat tersebut.
Artinya penggunaan teknologi ini akan memunculkan efek yang baik jika
dijalankan oleh mereka yang paham peralatan tersebut. Sebaliknya, peralatan ini
akan memberikan dampak negatif jika pelaksananya tidak memahami dampak yang
akan ditimbulkan. Banyak contoh kasus dampak negatif penyalahgunaan teknologi
informasi seperti beredarnya rekaman video porno di ponsel, beredarnya video
porno bajakan yang dilakukan oleh anak negeri dan lain sebagainya.
KESIMPULAN
- Media bimbingan dan konseling saat ini telah berkembang dengan pesat sesuai dengan perkembangan jaman dan kebutuhan manusia yang semakin meningkat;
- Media bimbingan dan konseling seperti internet akan menyediakan data atau informasi yang akurat bagi siswa;
- Hubungan konseling memerlukan empati, sehingga penggunaan media sebaiknya
- terbatas pada usaha perolehan data dan informasi saja;
- Untuk mempergunakan media bimbingan dan konseling perlu diperhatikan budaya yang dimiliki oleh siswa, sehingga pemilihan media bimbingan dan konseling akan efektif;
- Perlu pelatihan atau peningkatan kompetensi konselor dalam menguasai teknologi informasi;
DAFTAR PUSTAKA
Baggerly, Jennifer. 2002. Practical
Technological Applications to Promote Pedagogical Principles and Active
Learning in Counselor Education. Journal of Technology in Counseling. Vol.
2_2.
Dryden, Gordon; dan Voss, Jeanette;
(1999), ”the Learning Revolution: to Change the Way the World Learn”,
the Learning Web, Torrence, USA, http://www.thelearningweb.net.
Hartono., Soedarmadji, Boy. 2005. Psikologi
Konseling. Surabaya: University Press UNIPA Surabaya.
Hohenshill, Thomas, H. 2000. High
Tech Counseling. Journal of Counseling and Development. V 78: 365-368.
Menanti, Asih. 2005. Konseling
Indigenous. Makalah disampaikan pada Konvensi Nasional ABKIN di Bandung
2005.
Pelling, Nadine. 2002. The Use
Technology In Career Counseling. Journal of Technology in Counseling. Vol.
2_2.
Prayitno, dkk. 2004. Pedoman
Khusus Bimbingan dan Konseling, Jakarta : Depdiknas.
———-, dkk. 2004. Panduan Kegiatan
Pengawasan Bimbingan dan Konseling, Jakarta : Rineka Cipta.
Sadiman, Arief. Dkk. 2002. Media
Pendidikan: Pengertian, Pengembangan dan Pemanfaatannya. Jakarta: Rajawali
Press.
Sampson, James, P. 2000. Using the
Internet to Enchance Testing in Counseling. Journal of Counseling and
Development. V 78: 348-356.
Suyitno, Imam. 1997. Pemanfaatan
Media dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing (BIPA). Jurnal
Sumber Belajar: Kajian Teori dan Aplikasi. 4 Nopember 1997.
PENERAPAN MEDIA (TEKNOLOGI INFORMASI KOMUNIKASI) pada BIMBINGAN DAN KONSELING
PENDAHULUAN
Dunia telah berubah. Dewasa ini kita hidup dalam era
informasi/global. Dalam era informasi, kecanggihan teknologi informasi dan
komunikasi telah memungkinkan terjadinya pertukaran informasi yang cepat tanpa
terhambat oleh batas ruang dan waktu (Dryden & Voss, 1999). Berbeda dengan
era agraris dan industri, kemajuan suatu bangsa dalam era informasi sangat
tergantung pada kemampuan masyarakatnya dalam memanfaatkan pengetahuan untuk
meningkatkan produktifitas. Karakteristik masyarakat seperti ini dikenal dengan
istilah masyarakat berbasis pengetahuan (knowledge-based society). Siapa
yang menguasai pengetahuan maka ia akan mampu bersaing dalam era global.
Oleh karena itu, setiap negara berlomba untuk
mengintegrasikan media, termasuk teknologi informasi dan komunikasi untuk semua
aspek kehidupan berbangsa dan bernegaranya untuk untuk membangun dan
membudayakan masyarakat berbasis pengetahuan agar dapat bersaing dalam era global.
Bimbingan dan Konseling sebagai suatu proses pemberian
bantuan kepada individu (siswa), dilaksanakan melalui berbagai macam layanan.
Layanan tersebut saat ini, pada saat jaman semakin berkembang, tidak hanya
dapat dilakukan dengan tatap muka secara langsung, tapi juga bisa dengan
memanfaatkan media atau teknologi informasi yang ada. Tujuannya adalah tetap
memberikan bimbingan dan konsling dengan cara-cara yang lebih
menarik,interaktif, dan tidak terbatas tempat, tetapi juga tetap memperhatikan
azas-azas dan kode etik dalam bimbingan dan konseling.
BIMBINGAN KONSELING
A. Pengertian Bimbingan dan Konseling
Bimbingan
merupakan terjemahan dari guidance yang didalamnya terkandung beberapa
makna. Sertzer & Stone (1966) menemukakan bahwa guidance berasal
kata guide yang mempunyai arti to direct, pilot, manager, or steer (menunjukkan,
menentukan, mengatur, atau mengemudikan). Sedangkan menurut W.S. Winkel (1981)
mengemukakan bahwa guidance mempunyai hubungan dengan guiding : “
showing a way” (menunjukkan jalan), leading (memimpin), conducting
(menuntun), giving instructions (memberikan petunjuk), regulating
(mengatur), governing (mengarahkan) dan giving advice (memberikan
nasehat).
Penggunaan
istilah bimbingan seperti dikemukakan di atas tampaknya proses bimbingan lebih
menekankan kepada peranan pihak pembimbing. Hal ini tentu saja tidak sesuai
lagi dengan arah perkembangan dewasa ini, dimana pada saat ini klien lah yang
justru dianggap lebih memiliki peranan penting dan aktif dalam proses
pengambilan keputusan serta bertanggungjawab sepenuhnya terhadap keputusan yang
diambilnya.
Untuk
memahami lebih jauh tentang pengertian bimbingan, di bawah ini dikemukakan
pendapat dari beberapa ahli :
v Miller (I. Djumhur dan Moh. Surya,
1975) mengartikan bimbingan sebagai proses bantuan terhadap individu untuk
mencapai pemahaman diri yang dibutuhkan untuk melakukan penyesuaian diri
secara maksimum di sekolah, keluarga dan masyarakat.
v Peters
dan Shertzer (Sofyan S. Willis, 2004) mendefiniskan bimbingan sebagai : the
process of helping the individual to understand himself and his world so that
he can utilize his potentialities.
v United
States Office of Education (Arifin,
2003) memberikan rumusan bimbingan sebagai kegiatan yang terorganisir untuk
memberikan bantuan secara sistematis kepada peserta didik dalam membuat penyesuaian
diri terhadap berbagai bentuk problema yang dihadapinya, misalnya problema
kependidikan, jabatan, kesehatan, sosial dan pribadi. Dalam pelaksanaannya,
bimbingan harus mengarahkan kegiatannya agar peserta didik mengetahui tentang
diri pribadinya sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat.
v Jones
et.al. (Sofyan S. Willis, 2004) mengemukakan : “guidance is the help given
by one person to another in making choice and adjusment and in solving problem.
v I.
Djumhur dan Moh. Surya, (1975) berpendapat bahwa bimbingan adalah suatu proses
pemberian bantuan yang terus menerus dan sistematis kepada individu dalam
memecahkan masalah yang dihadapinya, agar tercapai kemampuan untuk dapat
memahami dirinya (self understanding), kemampuan untuk menerima dirinya
(self acceptance), kemampuan untuk mengarahkan dirinya (self
direction) dan kemampuan untuk merealisasikan dirinya (self realization)
sesuai dengan potensi atau kemampuannya dalam mencapai penyesuaian diri
dengan lingkungan, baik keluarga, sekolah dan masyarakat.
v Dalam
Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1990 tentang Pendidikan Menengah dikemukakan
bahwa “Bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada peserta didik dalam
rangka menemukan pribadi, mengenal lingkungan, dan merencanakan masa depan”.
v Prayitno,
dkk. (2003) mengemukakan bahwa bimbingan dan konseling adalah pelayanan bantuan
untuk peserta didik, baik secara perorangan maupun kelompok agar mandiri dan
berkembang secara optimal, dalam bimbingan pribadi, bimbingan sosial, bimbingan
belajar, dan bimbingan karier, melalui berbagai jenis layanan dan kegiatan
pendukung, berdasarkan norma-norma yang berlaku.
Dari
beberapa pendapat di atas, tampaknya para ahli masih beragam dalam memberikan
pengertian bimbingan, kendati demikian kita dapat melihat adanya benang merah,
bahwa :
v Bimbingan
merupakan upaya untuk memberikan bantuan kepada individu atau peserta didik..
Bantuan dimaksud adalah bantuan yang bersifat psikologis.
v Tercapainya
penyesuaian diri, perkembangan optimal dan kemandirian merupakan tujuan yang
ingin dicapai dari bimbingan.
Dari
pendapat Prayitno, dkk. yang memberikan pengertian bimbingan disatukan dengan
konseling merupakan pengertian formal dan menggambarkan penyelenggaraan
bimbingan dan konseling yang saat ini diterapkan dalam sistem pendidikan
nasional.
Keberadaan
layanan bimbingan dan konseling dalam sistem pendidikan di Indonesia dijalani
melalui proses yang panjang, sejak kurang lebih 40 tahun yang lalu. Selama
perjalanannya telah mengalami beberapa kali pergantian istilah, semula disebut
Bimbingan dan Penyuluhan (dalam Kurikulum 84 dan sebelumnya), kemudian pada
Kurikulum 1994 dan Kurikulum 2004 berganti nama menjadi Bimbingan dan Konseling.
Akhir-akhir ini para ahli mulai meluncurkan sebutan Profesi Konseling, meski
secara formal istilah ini belum digunakan.
B. Orientasi Baru Bimbingan dan Konseling
Pada
masa sebelumnya (atau mungkin masa sekarang pun, dalam prakteknya masih
ditemukan) bahwa penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling cenderung bersifat klinis-therapeutis
atau menggunakan pendekatan kuratif, yakni hanya berupaya menangani
para peserta didik yang bermasalah saja. Padahal kenyataan di sekolah jumlah
peserta didik yang bermasalah atau berperilaku menyimpang mungkin hanya satu
atau dua orang saja. Dari 100 orang peserta didik paling banyak 5 hingga 10 (5%
– 10%). Selebihnya, peserta didik yang tidak memiliki masalah (90% -95%)
kerapkali tidak tersentuh oleh layanan bimbingan dan konseling. Akibatnya,
bimbingan dan konseling memiliki citra buruk dan sering dipersepsi keliru oleh
peserta didik, guru bahkan kepala sekolah. Ada anggapan bimbingan dan konseling
merupakan “polisi sekolah”, tempat menangkap, merazia, dan menghukum
para peserta didik yang melakukan tindakan indisipliner. Anggapan lain yang
keliru bahwa bimbingan dan konseling sebagai “keranjang sampah” tempat
untuk menampung semua masalah peserta didik, seperti peserta didik yang bolos,
terlambat SPP, berkelahi, bodoh, menentang guru dan sebagainya. Masalah-masalah
kecil seperti itu dapat diantisipasi dan diatasi oleh para guru mata pelajaran
atau wali kelas dan tidak perlu diselesaikan oleh guru pembimbing.
Mengingat
keadaan seperti itu, kiranya perlu adanya orientasi baru bimbingan dan
konseling yang bersifat pengembangan atau developmental dan pencegahan
pendekatan preventif. Dalam hal ini, Sofyan. S. Willis (2004)
mengemukakan landasan-landasan filosofis dari orientasi baru bimbingan dan
konseling, yaitu :
1.
Pedagogis; artinya menciptakan kondisi sekolah yang kondusif bagi perkembangan
peserta didik dengan memperhatikan perbedaan individual diantara peserta didik.
2.
Potensial, artinya setiap peserta didik adalah individu yang memiliki potensi
untuk dikembangkan, sedangkan kelemahannya secara berangsur-angsur akan
diatasinya sendiri.
3.
Humanistik-religius, artinya pendekatan terhadap peserta didik haruslah
manusiawi dengan landasan ketuhanan. peserta didik sebagai manusia dianggap
sanggup mengembangkan diri dan potensinya.
4.
Profesional, yaitu proses bimbingan dan konseling harus dilakukan secara
profesional atas dasar filosofis, teoritis, yang berpengetahuan dan
berketerampilan berbagi teknik bimbingan dan konseling.
Dengan
adanya orientasi baru ini, bukan berarti upaya-upaya bimbingan dan konseling
yang bersifat klinis ditiadakan, tetapi upaya pemberian layanan bimbingan dan
konseling lebih dikedepankan dan diutamakan yang bersifat pengembangan dan
pencegahan. Dengan demikian, kehadiran bimbingan dan konseling di sekolah akan
dapat dirasakan manfaatnya oleh seluruh peserta didik, tidak hanya bagi peserta
didik yang bermasalah saja.
C. Fungsi Bimbingan dan Konseling
Dengan
orientasi baru Bimbingan dan konseling terdapat beberapa fungsi yang
hendak dipenuhi melalui pelaksanaan kegiatan bimbingan dan konseling. yaitu:
1. Pemahaman;
menghasilkan pemahaman pihak-pihak tertentu untuk pengembangan dan pemacahan
masalah peserta didik meliputi : (a) pemahaman diri dan kondisi peserta didik,
orang tua, guru pembimbing; (2) lingkungan peserta didik termasuk di dalamnya
lingkungan sekolah; dan keluarga peserta didik dan orang tua; lingkungan yang
lebih luas, informasi pendidikan, jabatan/pekerjaan, dan sosial budaya/terutama
nilai-nilai oleh peserta didik.
2. Pencegahan; menghasilkan
tercegahnya atau terhindarnya peserta didik dari berbagai permasalahan yang
timbul dan menghambat proses perkembangannya.
3. Pengentasan; menghasilkan
terentaskannya atau teratasinya berbagai permasalahan yang dialami peserta
didik.
4. Advokasi; menghasilkan
kondisi pembelaaan terhadap pengingkaran atas hak-hak dan/atau kepentingan
pendidikan.
5. Pemeliharaan dan pengembangan;
terpelihara dan terkembangkannya berbagai potensi dan kondisi positif peserta
didik dalam rangka perkembangan dirinya secara mantap dan berkelanjutan.
D. Prinsip-Prinsip Bimbingan dan Konseling :
Sejumlah
prinsip mendasari gerak langkah penyelenggaraan kegiatan bimbingan dan
konseling. Prinsip-prinsip ini berkaitan dengan tujuan, sasaran layanan, jenis
layanan dan kegiatan pendukung, serta berbagai aspek operasionalisasi pelayanan
bimbingan dan konseling. Prinsip-prinsip tersebut adalah :
1. Prinsip-prinsip yang berkenaan
dengan sasaran layanan; (a) melayani semua individu tanpa memandang usia, jenis
kelamin, suku, agama dan status sosial; (b) memperhatikan tahapan perkembangan;
(c) perhatian adanya perbedaan individu dalam layanan.
2. Prinsip-prinsip yang berkenaan
dengan permasalahan yang dialami individu; (a) menyangkut pengaruh kondisi
mental maupun fisik individu terhadap penyesuaian pengaruh lingkungan, baik di
rumah, sekolah dan masyarakat sekitar, (b) timbulnya masalah pada individu oleh
karena adanya kesenjangan sosial, ekonomi dan budaya.
3. Prinsip-prinsip yang berkenaan
dengan program pelayanan Bimbingan dan Konseling; (a) bimbingan dan konseling
bagian integral dari pendidikan dan pengembangan individu, sehingga program
bimbingan dan konseling diselaraskan dengan program pendidikan dan pengembangan
diri peserta didik; (b) program bimbingan dan konseling harus fleksibel dan
disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik maupun lingkungan; (c) program
bimbingan dan konseling disusun dengan mempertimbangkan adanya tahap
perkembangan individu; (d) program pelayanan bimbingan dan konseling perlu
diadakan penilaian hasil layanan.
4. Prinsip-prinsip yang berkenaan
dengan tujuan dan pelaksanaan pelayanan; (a) diarahkan untuk pengembangan
individu yang akhirnya mampu secara mandiri membimbing diri sendiri; (b)
pengambilan keputusan yang diambil oleh klien hendaknya atas kemauan diri
sendiri; (c) permaslahan individu dilayani oleh tenaga ahli/profesional yang
relevan dengan permasalahan individu; (d) perlu adanya kerja sama dengan
personil sekolah dan orang tua dan bila perlu dengan pihak lain yang
berkewenangan dengan permasalahan individu; dan (e) proses pelayanan bimbingan
dan konseling melibatkan individu yang telah memperoleh hasil pengukuran dan
penilaian layanan.
E. Asas-Asas Bimbingan dan Konseling
Penyelenggaraan
layanan dan kegiatan pendukung bimbingan dan konseling selain dimuati oleh
fungsi dan didasarkan pada prinsip-prinsip tertentu, juga dituntut untuk
memenuhi sejumlah asas bimbingan. Pemenuhan asas-asas bimbingan itu akan
memperlancar pelaksanaan dan lebih menjamin keberhasilan layanan/kegiatan,
sedangkan pengingkarannya akan dapat menghambat atau bahkan menggagalkan
pelaksanaan, serta mengurangi atau mengaburkan hasil layanan/kegiatan bimbingan
dan konseling itu sendiri.
Betapa
pentingnya asas-asas bimbingan konseling ini sehingga dikatakan sebagai jiwa
dan nafas dari seluruh kehidupan layanan bimbingan dan konseling. Apabila
asas-asas ini tidak dijalankan dengan baik, maka penyelenggaraan bimbingan dan
konseling akan berjalan tersendat-sendat atau bahkan terhenti sama sekali.
Asas-
asas bimbingan dan konseling tersebut adalah :
1. Asas Kerahasiaan
(confidential); yaitu asas yang menuntut dirahasiakannya segenap data dan
keterangan peserta didik (klien) yang menjadi sasaran layanan, yaitu data atau
keterangan yang tidak boleh dan tidak layak diketahui orang lain. Dalam hal
ini, guru pembimbing (konselor) berkewajiban memelihara dan menjaga semua data
dan keterangan itu sehingga kerahasiaanya benar-benar terjamin,
2. Asas Kesukarelaan; yaitu
asas yang menghendaki adanya kesukaan dan kerelaan peserta didik (klien)
mengikuti/ menjalani layanan/kegiatan yang diperuntukkan baginya. Guru
Pembimbing (konselor) berkewajiban membina dan mengembangkan kesukarelaan
seperti itu.
3. Asas Keterbukaan; yaitu asas yang menghendaki agar
peserta didik (klien) yang menjadi sasaran layanan/kegiatan bersikap terbuka
dan tidak berpura-pura, baik dalam memberikan keterangan tentang dirinya
sendiri maupun dalam menerima berbagai informasi dan materi dari luar yang
berguna bagi pengembangan dirinya. Guru pembimbing (konselor) berkewajiban
mengembangkan keterbukaan peserta didik (klien). Agar peserta didik (klien) mau
terbuka, guru pembimbing (konselor) terlebih dahulu bersikap terbuka dan tidak
berpura-pura. Asas keterbukaan ini bertalian erat dengan asas
kerahasiaan dan dan kekarelaan.
4. Asas
Kegiatan; yaitu asas yang menghendaki agar peserta didik (klien) yang
menjadi sasaran layanan dapat berpartisipasi aktif di dalam
penyelenggaraan/kegiatan bimbingan. Guru Pembimbing (konselor) perlu mendorong
dan memotivasi peserta didik untuk dapat aktif dalam setiap layanan/kegiatan
yang diberikan kepadanya.
5. Asas
Kemandirian; yaitu asas yang menunjukkan pada tujuan umum bimbingan dan
konseling; yaitu peserta didik (klien) sebagai sasaran layanan/kegiatan
bimbingan dan konseling diharapkan menjadi individu-individu yang mandiri,
dengan ciri-ciri mengenal diri sendiri dan lingkungannya, mampu mengambil
keputusan, mengarahkan, serta mewujudkan diri sendiri. Guru Pembimbing
(konselor) hendaknya mampu mengarahkan segenap layanan bimbingan dan konseling
bagi berkembangnya kemandirian peserta didik.
6. Asas
Kekinian; yaitu asas yang menghendaki agar obyek sasaran layanan bimbingan
dan konseling yakni permasalahan yang dihadapi peserta didik/klien dalam
kondisi sekarang. Kondisi masa lampau dan masa depan dilihat sebagai
dampak dan memiliki keterkaitan dengan apa yang ada dan diperbuat peserta didik
(klien) pada saat sekarang.
7. Asas
Kedinamisan; yaitu asas yang menghendaki agar isi layanan terhadap sasaran
layanan (peserta didik/klien) hendaknya selalu bergerak maju, tidak monoton,
dan terus berkembang serta berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan dan tahap
perkembangannya dari waktu ke waktu.
8. Asas
Keterpaduan; yaitu asas yang menghendaki agar berbagai layanan dan kegiatan
bimbingan dan konseling, baik yang dilakukan oleh guru pembimbing maupun pihak
lain, saling menunjang, harmonis dan terpadukan. Dalam hal ini, kerja sama dan
koordinasi dengan berbagai pihak yang terkait dengan bimbingan dan konseling
menjadi amat penting dan harus dilaksanakan sebaik-baiknya.
9. Asas
Kenormatifan; yaitu asas yang menghendaki agar segenap layanan dan kegiatan
bimbingan dan konseling didasarkan pada norma-norma, baik norma agama, hukum,
peraturan, adat istiadat, ilmu pengetahuan, dan kebiasaan – kebiasaan yang
berlaku. Bahkan lebih jauh lagi, melalui segenap layanan/kegiatan bimbingan dan
konseling ini harus dapat meningkatkan kemampuan peserta didik (klien) dalam
memahami, menghayati dan mengamalkan norma-norma tersebut.
10. Asas
Keahlian; yaitu asas yang menghendaki agar layanan dan kegiatan bimbingan
dan konseling diselnggarakan atas dasar kaidah-kaidah profesional. Dalam hal
ini, para pelaksana layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling lainnya
hendaknya tenaga yang benar-benar ahli dalam bimbingan dan konseling.
Profesionalitas guru pembimbing (konselor) harus terwujud baik dalam
penyelenggaraaan jenis-jenis layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling dan
dalam penegakan kode etik bimbingan dan konseling.
11. Asas
Alih Tangan Kasus; yaitu asas yang menghendaki agar pihak-pihak yang tidak
mampu menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling secara tepat dan tuntas
atas suatu permasalahan peserta didik (klien) kiranya dapat mengalih-tangankan
kepada pihak yang lebih ahli. Guru pembimbing (konselor)dapat menerima alih
tangan kasus dari orang tua, guru-guru lain, atau ahli lain. Demikian pula,
sebaliknya guru pembimbing (konselor), dapat mengalih-tangankan kasus kepada
pihak yang lebih kompeten, baik yang berada di dalam lembaga sekolah maupun di
luar sekolah.
12. Asas Tut
Wuri Handayani; yaitu asas yang menghendaki agar pelayanan bimbingan dan
konseling secara keseluruhan dapat menciptakan suasana mengayomi (memberikan
rasa aman), mengembangkan keteladanan, dan memberikan rangsangan dan dorongan,
serta kesempatan yang seluas-luasnya kepada peserta didik (klien) untuk maju.
sumber: sumber
Arsip
Artikel Favorit
-
1. Awal mula masuknya Teknologi Informasi dan komunikasi ke dalam proses pelayanan konseling. Pada penerapan Kurikulum Tingka...
-
PENDAHULUAN Dunia telah berubah. Dewasa ini kita hidup dalam era informasi/global. Dalam era informasi, kecanggihan teknologi informasi ...
-
1. Fungsi Teknologi Informasi dalam Bimbingan Konseling Teknologi informasi dalam bimbingan konseling memiliki beberapa fungsi, te...
-
A. Pengertian Media Istilah media berasal dari bahasa latin, yaitu medium yang memiliki arti perantara. Dalam Dictionary of Education, d...
-
Dalam artikel kali ini, kami akan menayangkan sebuah video tentang "Aplikasi Bimbingan Konseling Dengan Cara Home Visit-1" Beri...
Label
- Bimbingan Konseling (3)
- Teknologi (3)
Hello Konseli :)
Viewers
Mengenai Saya
Diberdayakan oleh Blogger.